Mencari Cinta di Surya Kencana (1): Saung Mang Idi
Setelah terakhir kali naek gunung pada tahun 2012 ke gunung Salak, akhirnya pada tahun ini bisa naek lagi. kali ini tujuannya adalah Gunung Gede pangrango, Jawa Barat. Alhamdulillah perjalanan memuaskan. Dimulai dari rencana dadakan dengan teman-teman kerja, dilanjutkan dengan rasa antusias dan rasa rindu pada alam liar. Setelah mempersiapkan perlengkapan, ransel 70 Liter, kupluk, sarung tangan, jacket (punya sendiri), tenda (sewa 40ribu rupiah perhari), matras, sepatu gunung, head lamp (pinjam dari teman pendaki). Adapun nesting, kompor dll. ada teman yang bawa.
Akhirnya fix pada hari Jumat, 5 Juni, setelah seharian sibuk rapat di tempat kerja. Jam 20.30 kami berempat (Saya, Arifin, Tedi, dan Toni) dengan backpack masing-masing seakan ingin "kabur" dari rutinitas dan langsung memaksa supir taksi yang lagi begong di seberang jalan Ciater, Serpong untuk memutar arah ke arah kami dan selanjutnya menuju pintu tol ke arah terminal bus Kampung Rambutan.
Setelah sampai Kampung Rambutan, kami bertemu dengan dua teman lain, Riza dan Ikhwan (sahabat Tedi ketika kuliah dulu, tapi mereka sudah menikah dan Tedi belum,) ups!
Sekitar pukul 22.00, dari kampung Rambutan kami bertolak menuju Cibodas, Bogor menggunakan bus tujuan Cianjur. Dan sekitar jam 12.00an sampailah di pertigaan Cimacan. Setelah ngobrak ngabrik Alfa*art buat nyari ganti jas hujan saya yang ketinggalan di jok motor, dan jajan cilok panas, kita berangkat ke Cibodas dengan angkot setempat. Setelah beberapa menit perjalanan angkot yang menanjak akhirnya kami sampai di markas Mang Idi, sebuah warung makan yang dilengkapi tempat lesehan-lesehan untuk para pendaki beristirahat gitu. Sangat membantu para pendaki. Setelah ngobrol-ngobrol dan ngebanyol sekitar 01.30an kami semua tertidur. Beralas karpet hijau mang Idi, dan berbantalkan ransel. tewas, lelap dalam dingin.
Dalam kondisi setengah sadar saya merasakan cuaca semakin dingin, dan terdengar suara kakek-kakek, aneh, berisik, sepertinya berbahasa sunda. Semakin sadar, saya akhirnya mengerti, ternyata itu suara kakek-kakek sedang melantunkan semacam salawatan sebelum subuh di mushola terdekat. Kami satu persatu bangun. Melawan rasa dingin dan shalat subuh.
Bakda Subuh, kami siap untuk perjalanan yang tak biasa. bukan hanya sekedar naik terus turun. tapi ini lebih tentang siapa dan seperti apakah sejatinya kami.
to be continued....
Akhirnya fix pada hari Jumat, 5 Juni, setelah seharian sibuk rapat di tempat kerja. Jam 20.30 kami berempat (Saya, Arifin, Tedi, dan Toni) dengan backpack masing-masing seakan ingin "kabur" dari rutinitas dan langsung memaksa supir taksi yang lagi begong di seberang jalan Ciater, Serpong untuk memutar arah ke arah kami dan selanjutnya menuju pintu tol ke arah terminal bus Kampung Rambutan.
Setelah sampai Kampung Rambutan, kami bertemu dengan dua teman lain, Riza dan Ikhwan (sahabat Tedi ketika kuliah dulu, tapi mereka sudah menikah dan Tedi belum,) ups!
Sekitar pukul 22.00, dari kampung Rambutan kami bertolak menuju Cibodas, Bogor menggunakan bus tujuan Cianjur. Dan sekitar jam 12.00an sampailah di pertigaan Cimacan. Setelah ngobrak ngabrik Alfa*art buat nyari ganti jas hujan saya yang ketinggalan di jok motor, dan jajan cilok panas, kita berangkat ke Cibodas dengan angkot setempat. Setelah beberapa menit perjalanan angkot yang menanjak akhirnya kami sampai di markas Mang Idi, sebuah warung makan yang dilengkapi tempat lesehan-lesehan untuk para pendaki beristirahat gitu. Sangat membantu para pendaki. Setelah ngobrol-ngobrol dan ngebanyol sekitar 01.30an kami semua tertidur. Beralas karpet hijau mang Idi, dan berbantalkan ransel. tewas, lelap dalam dingin.
Dalam kondisi setengah sadar saya merasakan cuaca semakin dingin, dan terdengar suara kakek-kakek, aneh, berisik, sepertinya berbahasa sunda. Semakin sadar, saya akhirnya mengerti, ternyata itu suara kakek-kakek sedang melantunkan semacam salawatan sebelum subuh di mushola terdekat. Kami satu persatu bangun. Melawan rasa dingin dan shalat subuh.
Bakda Subuh, kami siap untuk perjalanan yang tak biasa. bukan hanya sekedar naik terus turun. tapi ini lebih tentang siapa dan seperti apakah sejatinya kami.
dari kiri: Tedi, Ikhwan, Riza, Toni, Arifin (FYI: they are all scientists, only me the linguist dan gue yang motret:)) ini gak jauh dari Warung Mang Idi. |
dari kiri: arifin, toni, gue, ikhwan, tedi, (yup, riza yang motret) |
to be continued....