Tunisia, I’m coming!
Saya berangkat dari Jakarta tidak sendiri. Saya berdua dengan
rekan saya, Mohammad Faiq. Umurnya lebih muda sekitar tiga tahun. Alumni
Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogjakarta.
Saya pamit kepada keluarga saya yang mengantar. Air mata
tumpah. Ini adalah hal yang paling saya tidak suka dari perpisahan. Selalu ada
tangis. Selalu ada takut kehilangan. Saya salami ummi dan menciumnya, bapak,
adik-adik, kakak, dan paman. Semuanya haru. Saya pesan ke mereka buat jaga
ummi, ibuku tercinta. Dengan berusaha menyembunyikan tangis, Saya langsung
bergegas memasuki tempat penimbangan bagasi, berusaha tidak melihat mereka
lagi, saya berusaha tidak menangis lagi. Saya titipkan mereka kepada Allah.
Di Cengkareng, bandara Soekarno-Hatta, kami bertemu dengan
beberapa warga negara Indonesia yang akan ikut penerbangan yang sama.
Kebanyakan mereka yang akan berangkat umrah, karena memang pesawat yang kami
gunakan adalah Saudia Airlines yang akan transit di Jeddah. Ada WNI yang
akhirnya ngobrol sebelum berangkat adalah seorang mahasiswa master Universitas
El-Zitouna di Tunis, Ibukota Tunisia, dan dua orang perempuan yang akan
mengunjungi kerabat mereka di sana.
Sekitar pukul 13.30 dengan penuh doa, kami bertolak dari Cengkareng
menuju Jeddah. Di pesawat kami mendapat makan dua kali. Ada fasilitas hiburan
di masing-masing tempat duduk, maka selama penerbangan saya bisa menonton,
mendengarkan tilawah ataupun musik.
Kami sampai Jeddah pukul 18.45 waktu Jeddah. Waktu Jakarta
sekitar pukul 22.45. Kami mendarat disana hanya untuk transit. Lumayan lama. 11
jam 55 menit. Pesawat ke Tunis akan berangkat keesokan harinya pada pukul 09.00
waktu setempat. Siap-siap berjuang menghabiskan waktu di bandara tanpa bisa
pergi ke mana-mana.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi siapa saja yang
akan berpergian dengan Saudi Arabia airlines dan akan transit di Jeddah untuk
menggunakan celana panjang dan tidak diperkenankan membawa minuman beralkohol.
Karena saya menemukan orang Indonesia yang transit di Jeddah dari Madrid
menggunakan celana pendek diminta oleh petugas bandara untuk menggantinya
dengan celana panjang. Celana panjang di bandara harganya bisa lima ratus ribu
rupiah. Dan ada juga perempuan yang membawa alcohol dan dipermasalahkan juga. Saya
sangat faham kenapa mereka melarang itu.
Dan untuk yang transit di Jeddah juga, meskipun transitnya
lebih dari 10 jam, kita tidak mendapat fasilitas apa-apa kecuali ruang tunggu,
yang jumlah kursinya terbatas dan makan malam. Itu saja. Saya dan banyak
penumpang lain akhirnya tidur di mushola.
Karena badan masih merasa di Indonesia, ketika tidur saya
seringkali terbangun, saya lihat handphone saya yang sudah otomatis
menyesuaikan dengan waktu Saudi Arabia yaitu pukul 02.30 tapi saya merasa ini
sudah siang, ternyata ketika saya melihat jam tangan saya yang masih menggunakan
waktu Indonesia yaitu pukul 07.30, pantas saja tiba-tiba saya terbangun.
Setelah menunggu hamper 12 jam, pukul 06.15 waktu Saudi
Arabia akhirnya kami lepas landas. Tunisia menunggu. Pesawat yang kami tumpangi
sekarang berbeda dengan pesawat dari Jakarta ke Jeddah. Pesawat ini tidak
difasilitasi layar di depan penumpang. Hanya audio, itu pun tidak bisa
digunakan. Headset yang dibagikan menjadi percuma. Tapi untuk penerbangan ini
berbeda dengan penerbangan Jakarta-Jeddah, saya mendapat tempat duduk di samping
sehingga bisa melihat langsung ke jendela dan melihat pemandangan luar pesawat.
Setelah penerbangan beberapa jam akhirnya sampai di Tunisia,
disambut Pak Dadang, staff konsuler KBRI Tunis dan bertemu Kepala Kanselerai
KBRI yang sama, Pak George, kami sempat mengobrol sambil ngopi bareng di café
Carthage airport, Tunis.
Pukul 15.25 waktu setempat kami berangkat menuju Djerba
menggunakan maskapai Tunisair, pesawatnya kecil dan baling-balingnya terlihat.
45 menit terbang, kami tiba di Djerba disambut dengan hujan ringan. Semoga
hujan ini menjadi awal baik untuk perjalanan kami di Djerba. Kami disambut oleh
Pak Lutfi, staff Umum KBRI Tripoli, partner kerja kami di kemudian hari, dan
oleh Kepala Kanselerai, Pak Bambang. Menggunakan mobil mercedez yang dikemudikan
langsung oleh Pak Bambang, kami melaju membelah jalan di bawah hujan menuju
kantor sementara KBRI Tripoli di Djerba. New journey is begin, bismillaah…
Mulai ditulis
pada 30 oktober 2016
Diselesaikan
pada 08 Desember 2016