Tunisia, I’m coming!




Tanggal 28 Oktober 2016 sepertinya akan menjadi hari yang bersejarah buat saya. Pada hari sumpah pemuda ini, untuk pertama kalinya saya pergi ke luar negeri. Negara tujuan saya adalah Tunisia, benua Afrika. Saya berangkat ke Negara tersebut untuk menjadi staff di Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Libya yang sebenarnya bertempat di Tripoli, tapi karena di sana sedang tidak stabil, maka KBRI direlokasi sementara ke Kepulauan Djerba, Tunisia.



Saya berangkat dari Jakarta tidak sendiri. Saya berdua dengan rekan saya, Mohammad Faiq. Umurnya lebih muda sekitar tiga tahun. Alumni Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogjakarta.

Saya pamit kepada keluarga saya yang mengantar. Air mata tumpah. Ini adalah hal yang paling saya tidak suka dari perpisahan. Selalu ada tangis. Selalu ada takut kehilangan. Saya salami ummi dan menciumnya, bapak, adik-adik, kakak, dan paman. Semuanya haru. Saya pesan ke mereka buat jaga ummi, ibuku tercinta. Dengan berusaha menyembunyikan tangis, Saya langsung bergegas memasuki tempat penimbangan bagasi, berusaha tidak melihat mereka lagi, saya berusaha tidak menangis lagi. Saya titipkan mereka kepada Allah.

Di Cengkareng, bandara Soekarno-Hatta, kami bertemu dengan beberapa warga negara Indonesia yang akan ikut penerbangan yang sama. Kebanyakan mereka yang akan berangkat umrah, karena memang pesawat yang kami gunakan adalah Saudia Airlines yang akan transit di Jeddah. Ada WNI yang akhirnya ngobrol sebelum berangkat adalah seorang mahasiswa master Universitas El-Zitouna di Tunis, Ibukota Tunisia, dan dua orang perempuan yang akan mengunjungi kerabat mereka di sana.
Sekitar pukul 13.30 dengan penuh doa, kami bertolak dari Cengkareng menuju Jeddah. Di pesawat kami mendapat makan dua kali. Ada fasilitas hiburan di masing-masing tempat duduk, maka selama penerbangan saya bisa menonton, mendengarkan tilawah ataupun musik.

Kami sampai Jeddah pukul 18.45 waktu Jeddah. Waktu Jakarta sekitar pukul 22.45. Kami mendarat disana hanya untuk transit. Lumayan lama. 11 jam 55 menit. Pesawat ke Tunis akan berangkat keesokan harinya pada pukul 09.00 waktu setempat. Siap-siap berjuang menghabiskan waktu di bandara tanpa bisa pergi ke mana-mana.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi siapa saja yang akan berpergian dengan Saudi Arabia airlines dan akan transit di Jeddah untuk menggunakan celana panjang dan tidak diperkenankan membawa minuman beralkohol. Karena saya menemukan orang Indonesia yang transit di Jeddah dari Madrid menggunakan celana pendek diminta oleh petugas bandara untuk menggantinya dengan celana panjang. Celana panjang di bandara harganya bisa lima ratus ribu rupiah. Dan ada juga perempuan yang membawa alcohol dan dipermasalahkan juga. Saya sangat faham kenapa mereka melarang itu.

Dan untuk yang transit di Jeddah juga, meskipun transitnya lebih dari 10 jam, kita tidak mendapat fasilitas apa-apa kecuali ruang tunggu, yang jumlah kursinya terbatas dan makan malam. Itu saja. Saya dan banyak penumpang lain akhirnya tidur di mushola.

Karena badan masih merasa di Indonesia, ketika tidur saya seringkali terbangun, saya lihat handphone saya yang sudah otomatis menyesuaikan dengan waktu Saudi Arabia yaitu pukul 02.30 tapi saya merasa ini sudah siang, ternyata ketika saya melihat jam tangan saya yang masih menggunakan waktu Indonesia yaitu pukul 07.30, pantas saja tiba-tiba saya terbangun.

Setelah menunggu hamper 12 jam, pukul 06.15 waktu Saudi Arabia akhirnya kami lepas landas. Tunisia menunggu. Pesawat yang kami tumpangi sekarang berbeda dengan pesawat dari Jakarta ke Jeddah. Pesawat ini tidak difasilitasi layar di depan penumpang. Hanya audio, itu pun tidak bisa digunakan. Headset yang dibagikan menjadi percuma. Tapi untuk penerbangan ini berbeda dengan penerbangan Jakarta-Jeddah, saya mendapat tempat duduk di samping sehingga bisa melihat langsung ke jendela dan melihat pemandangan luar pesawat.

Setelah penerbangan beberapa jam akhirnya sampai di Tunisia, disambut Pak Dadang, staff konsuler KBRI Tunis dan bertemu Kepala Kanselerai KBRI yang sama, Pak George, kami sempat mengobrol sambil ngopi bareng di café Carthage airport, Tunis.

Pukul 15.25 waktu setempat kami berangkat menuju Djerba menggunakan maskapai Tunisair, pesawatnya kecil dan baling-balingnya terlihat. 45 menit terbang, kami tiba di Djerba disambut dengan hujan ringan. Semoga hujan ini menjadi awal baik untuk perjalanan kami di Djerba. Kami disambut oleh Pak Lutfi, staff Umum KBRI Tripoli, partner kerja kami di kemudian hari, dan oleh Kepala Kanselerai, Pak Bambang. Menggunakan mobil mercedez yang dikemudikan langsung oleh Pak Bambang, kami melaju membelah jalan di bawah hujan menuju kantor sementara KBRI Tripoli di Djerba. New journey is begin, bismillaah…



Mulai ditulis pada 30 oktober 2016

Diselesaikan pada 08 Desember 2016

Postingan populer dari blog ini

Contoh Job Interview Berbahasa Inggris dan Tips Cara Menjawabnya

Bagaimana bisa bekerja di Kedutaan Besar RI di Luar Negeri?

Nilai Anak Anda Merah, Kenapa Harus Marah?