cerita kuliahku.


Senin, 21 February 2011
Hari ini adalah pelaksanaan tes takmily di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab). Sementara tadi malam teman-temanku berjuang habis-habisan belajar untuk test hari itu padahal mereka punya nilai i’dad lughowi dengan predikat mumtaz. Dan ku sama sekali tak ada persiapan apapun untuk test karena ku yakin yang nilai mumtaz tak usah ikut test.
Test seharusnya di mulai pukul 08.00 WIB tapi ngaret sekitar 15 menit. Test pun dimulai, semua peserta berbondong-bondong mencari ruangan test. Ruangan test dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu pertama ruang untuk peserta alumni i’dad lughowi LIPIA yang mana aku termasuk dari mereka. Dan kedua, alumni sekolah-sekolah lain pada umumnya. Ada yang kebagian kursi dan banyak juga yang kebingungan diluar ruang test belum tahu harus ikut di ruang mana karena semua ruang sepertinya sudah terisi kursi-kursinya. Aku sudah duduk di dalam ruangan test. Melihat ke depan, ada dua pengawas berkebangsaan Saudi Arabia sepertinya. Yang satu memakai baju kemeja dengan setelan celana rapih sedang sibuk mengatur gerombolan peserta yang belum kebagian ruang dan yang satu lagi hanya memakai jeans berwarna krem dan t-shirt berkerah sedang memegang amplop besar seukuran map ijazah dan mulai membukanya dan ternyata itulah lembar-lembar soal testnya.
Tak lama waktu berselang lembar soal test pun dibagikan. Ku mulai merasa khawatir, Padahal ku masih berharap ku akan disuruh keluar ruangan karena menurut tradisi di LIPIA mahasiswa yang mendapat nilai mumtaz biasanya tak ada tes lagi alias langsung masuk tingkat selanjutnya. Dua pengawas masih membagi-bagikan soal pada peserta test. Ku lihat sejenak soal test di hadapanku ada beberapa lembar soal dari beberapa mata kuliah. Nahwu, shorof, balaghoh, adab dan insya. Ku mencoba membaca soal dari lembaran terakhir dulu. Masya Allah, tak ada yang bisa ku jawab. Susah total. Sepertinya lembar soal tak cukup, sebab ku melihat para pengawas bertanya satu sama lain kebingungan. Aku masih cuek dengan lembar soal di hadapanku meski ku masih berharap tak akan ada test untuk yang mumtaz dan sengaja ku tak langsung mencantumkan namaku di kertas soal tersebut.
Sebelum ku membuka soal yang lainnya sepertinya ada seseorang yang bertanya pada pengawas test tentang orang-orang yang mumtaz. Suasana mulai atak riuh dengan suara peserta yang saling tanya tentang yang mumtaz dan ada juga yang riuh karena belum kebagian lembar soal. Para pengawas pun makin pusing sepertinya dan tiba-tiba datanglah seorang arab yang ku tak tahu namanya berpakaian khas arab. Dan dua orang pengawas pun sepertinya bertanya beberapa hal dan aku menangkap omongan dalam bahasa arab orang yang baru datang itu ”yang mumtaz tak usah ikut tes, memangnya tak ada pejabat kampus yang ngasih pengumuman?” serentak para peserta yang punya nilai mumtaz berkata “ La ”.
“aewah, lil mutamayyiziin...tafaddolu bil khuruuj....”
Ketika para peserta akan keluar dengan bangga dan congkaknya dan ruangan mulai tambah berisik, tiba-tiba kedua pengawas mengangkat kedua tangan terbuka dan salah satu dari mereka menaruh telunjuknya di bibir dan mereka berkata hampir bersamaan:
“ sssst...bittartiib ya ikhwan....!!!!”

para peserta yang mumtaz pun dibolehkan meninggalkan ruangan dengan menyerahkan lembar soal dan kartu peserta ujian. Alhamdulillah....
Merdeka...!!!

Postingan populer dari blog ini

Contoh Job Interview Berbahasa Inggris dan Tips Cara Menjawabnya

Bagaimana bisa bekerja di Kedutaan Besar RI di Luar Negeri?

Nilai Anak Anda Merah, Kenapa Harus Marah?