Senyuman manis di Kereta Rangkas Jaya #1


Suatu subuh di sebuah pesantren di Rangkasbitung, tempatku belajar beberapa tahun lalu, kuterbangun dari tidur dan langsung selimpungan ke kamar mandi untuk sikat gigi dan berwudhu, kemudian shalat subuh diikuti doa beberapa saat dan berkemas kemudian kulangsung bergegas ke stasiun Rangkasbitung dengan diantarkan oleh sahabatku, Soleh. 

Berlari diantara kabut embun tipis di kota Rangkasbitung nan syahdu. kutak bisa mendapati itu di Jakarta kecuali di beberapa tempat saja. Melewati jembatan Ciujung, yang katanya sungai terpanjang di kab. Lebak dan terus melaju melewati pos polisi di perempatan menuju pasar apabila belok kiri, jalan multatuli apabila lurus, dan kampong muara apabila belok kanan. Dan kami langsung belok kiri memasuki jalan pasar padahal jalan itu sebenarnya forbidden, tapi karena polisi belum ada maka kami pun berani. Hehe.
Kami melewati gereja kristiani dan terus melaju menuju keramaian pasar melewati sedikit kemacetan dan belok kanan dan kami sampai tepat di pintu gerbang stasiun dan terlihat beberapa baris antrian panjang dalam stasiun. O my God. Kusalami sahabatku, Soleh dan kuucap terima kasih banyak dan dia langsung berlalu. Terima kasih sobat. 

Setelah membeli tiket seharga Rp 4.000 ,- kulangsung menuju gerbong yang sekiranya kosong tapi hasilnya nihil. Jam tanganku menunjukan pukul 05.35 dan kereta sudah penuh padahal baru akan diberangkatkan pada pukul 06.00, luar biasa. Mau tidak mau kuharus berdiri diantara tempat duduk penumpang dengan dinding toilet sebelah dalam, dan kubersandar pada dinding luar toilet tersebut. Orang-orang berseliweran melewatiku mencari tempat duduk, bahkan sebelum kereta berjalan banyak penjual-penjual resmi kereta rangkas jaya yang melewatiku bolak balik dalam kesempitan. 

Dalam kondisi kereta yang tak lagi memiliki tempat duduk kosong, tiba-tiba datanglah seorang ibu setengah baya dengan seorang gadis berbusana rapih, jubah panjang dengan kerudung lebar seperti layaknya gadis aktivis dakwah di kampus-kampus. Dengan tas hitam yang menggelayut dipunggung dan tas jinjing yang terbuat dari bahan kain berwarna coklat yang tampak begitu berisi, repot sekali sepertinya. Ia menengok kanan kiri dan memandang jauh ke depan mencari-cari tempat kosong dan akhirnya dia juga tahu bahwa tempat duduk sudah habis dan ibu-ibu setengah baya tadi berpamitan padanya dengan bersalaman dan gadis tersebut mencium ibu-ibu setengah baya tadi. Dari percakapan mereka kutahu mereka adalah seorang anak dan ibu. Jadi ibu tersebut hanya mengantarkan anaknya saja. Tapi Ibu tersebut tak langsung pergi ia menunggu anak gadisnya menemukan tempat yang aman. Seorang ibu yang baik dan anak yang disayang. Harmonis sekali.

Gadis itu dengan malu-malu berdiri di sampingku dan ibunya masih juga belum turun dari kereta. Gadis itu tak terlalu tinggi, tingginya hanya sebatas pundakku. Dengan bawaan yang tampak merepotkan, akhirnya kusarankan untuk menyimpannya di rak barang yang berada di atas tempat duduk para penumpang, tapi karena sepertinya ia menyadari bahwa ia tak terlalu tinggi untuk menyimpannya sendiri , akhirnya ia memintaku untuk menyimpankannya, lagi-lagi dengan malu-malu. Dan ibunya  mengucap terima kasih dan kubalas dengan kata ‘sama-sama’ plus dengan senyuman. Ketika ibu tersebut hendak pergi ia menghadap ke anaknya lalu menyodorkan tangannya pada gadis tersebut yang berisi 2 buah permen milik anaknya tersebut. Sungguh ibu yang sangat perhatian.  

Tak lama kemudian kereta rangkas jaya pun bertolak meninggalkan stasiun Rangkasbitung mengantarkan ratusan warga rangkasbitung dan sekitarnya menuju Tangerang dan Jakarta. Kereta hari senin seperti ini pasti penuh, hingga di sekitar sambungan antar gerbong pun ada penumpangnya. 

Kembali pada gadis berjilbab,hehe. Akhirnya kusedikit berbasa basi tentang tempat tujuannya, akhirnya kutahu bahwa gadis berjilbab ini akan turun di Tanah Abang dan melanjutkan pejalanan dengan KRL dari Tanah Abang menuju arah Depok atau Bogor dan turun di stasiun Tanjung Barat. Meski jawaban sebelumnya serba ambigu. Awalnya dia menjawab mau ke Jakarta timur tapi bilangnya turun di Pasar Minggu, yang kutahu Pasar Minggu itu kan Jakarta selatan maka kumenyanggahnya karena aku sendiri tinggal di Pasar Minggu. Tapi akhirnya dia mengaku turun di Tanjung Barat meski ku tak tahu apakah Tanjung Barat itu Jakarta selatan atau timur. Setelah itu kami terdiam tanpa kata. Dia sibuk dengan ponsel Blackberry-nya dan kusibuk bengong, kadang menimpali candaan orang yang berdiri di sebelah kiriku atau buka ponsel androidku untuk sekedar membuka pesan singkat.

Ketika kereta beberapa saat lagi memasuki stasiun Citeras, para penumpang yang berada di sekitar sambungan tiba-tiba ramai. Ternyata ada sambungan yang putus. Kalau semua putus bisa dipastikan gerbong yang kutumpangi sampai belakang akan berhenti dan tertinggal. Semua sontak kaget dan khawatir. Dalam suasana penuh seperti itu masih ada saja yang ingin berpindah ke gerbong depan, tapi akhirnya tak ada yang bisa.  Stasiun Citeras, Maja berhasil dilewati dan kereta berhenti di stasiun Tigaraksa dan Alhamdulillah disana langsung ada penanganan dari petugas. Suasana kembali tenang, penumpang semakin penuh karena banyak penumpang baru yang naik di stasiun Tigaraksa tersebut. 

            Kereta terus berlari dan sesekali kumelirik ke sebelah kananku. Gadis berjilbab itu tampak kepanasan, begitu juga aku. Kulihat disampingnya ada lelaki yang bertampang Indonesia timur merangsek mendekati dan tak menunggu waktu lama ia menghujani gadis berjilbab disampingku dengan pertanyaan basa basi yang menurutku sebenarnya tak perlu ditanyakan. Mau kemana, dari mana, kerja dimana, pertama kali naek kereta ya, dan sebagainya. Entah kenapa mendengar pertanyaan-pertanyaan itu kumenjadi gerah. Jangan sampai ada seorang pun yang boleh berbuat jahat pada gadis berjilbab ini. Entah kenapa kuagak bersimpati dengan gadis tersebut. Ucapan terima kasih ibunya di stasiun Rangkasbitung tadi seperti amanah yang harus kupegang sekuat mungkin. Ucapan terima kasih itu seperti memiliki makna yang lain “jagain anak kesayanganku ya!” Gadis ini harus baik-baik saja. Stasiun Parung Panjang sudah lewat. Dan laki-laki mencurigakan tadi masih saja bertanya yang tak penting. Gadis itu memang menghindari pertanyaan itu sebenarnya dengan beberapa jawaban yang umum. Seperti kata Jakarta timur, padahal Jakarta timur kan banyak daerahnya. Tapi baguslah.....
#to be continued

Postingan populer dari blog ini

Contoh Job Interview Berbahasa Inggris dan Tips Cara Menjawabnya

Bagaimana bisa bekerja di Kedutaan Besar RI di Luar Negeri?

Nilai Anak Anda Merah, Kenapa Harus Marah?