Good bye, Puteri!


Entah dari mana saya harus memulai. Ok. Bismillah.

Seiring dengan bertambahnya umur, seringkali kali saya melihat hal-hal yang terjadi dalam hidup ini dari sudut pandang yang saya pun tidak mengerti. Semakin hari semakin banyak pengalaman hidup yang dialami, seringkali membuahkan hikmah. Beberapa pengalaman menimbulkan optimisme, beberapa lagi bisa membuat cara pandang berubah, tercengang, tak habis fikir, terheran-heran, dan akhirnya membuat kita nyerah, bahwa semuanya memang mesti dipasrahkan kepada satu-satunya pencipta kita, Allah subhanahu wa ta’ala. One thing for sure, kita bukanlah siapa-siapa, kita hanya musafir lalu. Lewat dunia ini sebentar, lalu pergi.

Banyak keniscayaan dalam hidup, salah satunya adalah perkara meninggalkan atau ditinggalkan. Tentang kepergian, tentang perpisahan. Ibarat pribahasa, 'ada pertemuan ada perpisahan'. Iya, itu benar sebagaimana adanya. Siapapun di dunia ini akan pergi, akan binasa. Meninggalkan apa saja yang sedang dicari, dikejar, dan yang telah dimiliki. Meninggalkan yang dibenci dan dicinta. Meninggalkan nama dan kenangan pada mereka yang ditinggalkan. Bagi mereka yang ditinggalkan akan tersisa kerinduan dan kepedihan yang dalam. Bagi sebagian lain akan tersisa pelajaran. Bagi sebagian lain lagi tak akan tersisa apa-apa, lantas dilupakan.


Dalam rentang waktu beberapa tahun ini, setelah saya bisa dianggap sebagai manusia dewasa, sudah beberapa kali berduka karena sebuah perpisahan untuk selamanya.  Perpisahan yang seringkali tak kenal pamit. Perpisahan yang disebut kematian telah menimpa mereka yang terkasih.  Jika diingat-ingat, masih terasa sesak rasanya, membayangkan bagaimana baiknya mereka ketika ada di dunia. Teringat kembali paman saya yang baik hati pergi meninggalkan sanak familinya karena kecelakaan. Dia memang pamit, tapi bukan untuk pamit selama ini. Teringat juga senior di pesantren dulu, senior yang berjiwa sosial tinggi pergi untuk selamanya karena menyerah pada sakit parah yang menyerang dirinya. Dan yang terakhir adalah Puteri, seorang yang sebenarnya tidak terlalu dekat, tapi entah bagi saya kepergiannya sangatlah membekas. Membuat saya beberapa kali menarik nafas. Apa ini benar? Kok bisa?

Singkat cerita, pada tahun 2014-2015-an saya sempat terlibat dalam sebuah komunitas bahasa, di sana saya mengenal beberapa orang yang sampai sekarang masih komunikasi melalui media sosial. Puteri adalah salah satu yang saya beberapa lama tidak kontak dengannya. Hingga pada Oktober 2017, secara tidak sengaja bertemu lagi dalam sebuah acara pameran di Serpong. Kami tidak terlalu lama mengobrol, karena kami sama-sama punya kesibukan masing-masing, tapi di antara yang kami obrolkan adalah soal pekerjaan, Puteri meminta info peluang kerja di instansi atau perusahaan internasional, bla, bla, bla. Beberapa kali kontak di instagram, katanya dia juga sempat cuti kuliah dan kerja di Qatar.

Hingga tanggal 7 Januari 2018, siang hari sebelum tulisan ini ditulis, saya membaca instastory instagram teman-teman di komunitas dulu berisi ucapan belasungkawa buat Puteri. Awalnya gak notice, Puteri yang mana, hingga ada teman yang lain yang memberikan tautan ke akun instagram milik Puteri, di situ saya langsung tersentak, merasa tidak percaya, dan langsung tanya mereka, apa yang sebenarnya terjadi dengan Puteri. Apa mereka sedang bercanda garing atau sungguhan. Tak lama mereka memberikan balasan yang menjelaskan bahwa Puteri telah meninggal akibat kecelakaan mobil di daerah Bogor.

Saya merasa seperti masih tidak percaya, kemarin saya masih melihat Si Puteri mengunggah gambar di Instagram, mengeluhkan ujian di kampus dan lain sebagainya. Ya Allah. Speechless. Saya hanya bisa berdoa. Semoga Puteri tenang di alam sana. Semoga Allah memberikan ampunan dan rahmat-Nya.

Dari kejadian Puteri, memori-memori saya tentang kematian bermunculan. Terbayang wajah paman saya yang tegas tapi tulus, wajah senior di pesantren yang penuh dedikasi, dan wajah Puteri yang selalu bahagia nampak dalam bayangan. Perempuan muda yang penuh optimisme itu ternyata telah mendahului kakak-kakaknya. Puteri pergi meninggalkan apa yang sedang Ia cari, sedang Ia kejar dan yang telah Ia miliki. Kami yang ditinggalkan akan mengambil pelajaran.

Dari kejadian-kejadian ini saya semakin yakin bahwa kematian tidaklah menunggu kita tua. Kematian datang pada saat yang tidak dapat kita duga. Seperti halnya jodoh dan rejeki. Semuanya ada pada kuasa-Nya. Saya jadi membayangkan, bagaimana jika yang menimpa Puteri menimpa saya. Alangkah ruginya saya yang miskin bekal ini. Takut sekali rasanya.  Ampuni hamba yang fakir ini.

Good bye, Puteri! Terima kasih atas hikmah yang Allah berikan melalui kamu, Put. Kami mendoakanmu. 


Ditulis pada dini hari musim dingin,

Djerba, Tunisia
08 Januari 2018









Postingan populer dari blog ini

Contoh Job Interview Berbahasa Inggris dan Tips Cara Menjawabnya

Bagaimana bisa bekerja di Kedutaan Besar RI di Luar Negeri?

Nilai Anak Anda Merah, Kenapa Harus Marah?